Berdasarkan data terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, total penerimaan pajak dari transaksi aset kripto hingga Januari 2025 mencapai Rp1,19 triliun. Jika dirinci:
2022: Rp246,45 miliar
2023: Rp220,83 miliar
2024: Rp620,4 miliar
Januari 2025: Rp107,11 miliar
Pendapatan ini berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan kripto melalui platform exchanger sebesar Rp560,55 miliar serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN DN) atas pembelian aset kripto senilai Rp634,24 miliar.
Aturan baru yang dikeluarkan OJK mencakup beberapa aspek utama, di antaranya:
Penyesuaian Tarif Pajak → OJK melakukan revisi tarif PPh Pasal 22 dan PPN DN untuk meningkatkan kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak dari sektor kripto.
Pengawasan Ketat pada Exchanger → Regulasi ini juga memperkuat pengawasan terhadap platform exchanger agar operasionalnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Edukasi & Sosialisasi → OJK bekerja sama dengan DJP untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait kewajiban pajak atas transaksi aset kripto.
Penerapan aturan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Meningkatkan Kepatuhan Pajak → Mendorong pelaku usaha dan investor kripto untuk lebih patuh dalam memenuhi kewajiban pajak mereka.
Perlindungan Konsumen → Memastikan ekosistem perdagangan aset kripto lebih aman dan transparan bagi masyarakat.
Menjaga Stabilitas Pasar → Mengurangi potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas industri kripto di Indonesia.
Pemerintah dan OJK akan terus mengawasi perkembangan industri kripto serta melakukan penyesuaian regulasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang lebih sehat dan berkelanjutan.